#30hariBercerita Tentang Kamu, yang Beberapa Minggu Ini Tidak Datang, Juga Tidak Tinggal
Mungkin pertemuan dan perkenalan kita bukanlah pertemuan yang memiliki latar megah seperti dongeng-dongeng Disney yang kamu suka, pun aku tidak terlihat seperti pangeran meski kamu, jelas terlihat seperti putri sebuah kerajaan, dengan hidup yang mungkin saja diirikan banyak orang. Tidak ada kata "Hallo" ataupun "Hai" di pertemuan pertama kita, hanya sapa canggung memastikan nama, lalu bicara soal pekerjaan.
Jelas sekali tampak perbedaan besar antara duniamu dan duniaku. Menu makan malam milikmu, jelas mampu membeli berpiring-piring lauk makan siangku. Kita seperti Zara dan pakaian-pakaian berdebu di awul-awul Sekaten. Terlalu bertolakbelakang.
Kamu tidak datang, juga tidak tinggal. Hanya saja, aku terlanjur jatuh cinta pada ketidakdatanganmu dan ketidaktinggalanmu. Kamu seperti pakaian mahal yang aku lihat di etalase toko. Seberapa banyakpun aku lihat, jelas, aku tidak mampu untuk mendapatkanmu.
Betul. Buatku, kamu adalah fatamorgana. Seperti sebotol Pocari Sweat dingin di tengah terik lapangan basket dan bau keringat lelaki-lelaki lusuh paruh baya yang sedang menghabiskan siangnya menyiksa diri dengan berolahraga daripada mendengarkan istrinya menggerutu karena tidak bekerja.
Jadi, bukan salahmu jika aku jatuh cinta sebodoh ini padamu. Sayang sekali, aku alpa ketika Tuhan menjelaskan bahwa ada takaran jatuh cinta yang realistis dan jatuh cinta yang seharusnya tidak terjadi. Tapi, jatuh cinta padamu tidak pernah aku sesali.
Beberapa minggu sebelum ini, aku lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. Menunggu centang menjadi dua dan biru warnanya. Menanti lingkaran merah oranye berisi fotomu muncul di barisan paling kiri instastory. Terdiam beberapa waktu karena melihat unggahan barumu di sosial media.
Terima kasih, karena membiarkanku jatuh cinta sebodoh ini. Dan terima kasih juga, karena sudah memberitahuku kapan harus berhenti.
Untuk kamu, yang tidak pernah datang, dan tidak pernah tinggal. Terima kasih, karena berkenan menjadi salah satu playlist Spotify yang menyenangkan.
Terima kasih, karena telah menjadi jatuh cinta baikku yang kesekian.
Jelas sekali tampak perbedaan besar antara duniamu dan duniaku. Menu makan malam milikmu, jelas mampu membeli berpiring-piring lauk makan siangku. Kita seperti Zara dan pakaian-pakaian berdebu di awul-awul Sekaten. Terlalu bertolakbelakang.
Kamu tidak datang, juga tidak tinggal. Hanya saja, aku terlanjur jatuh cinta pada ketidakdatanganmu dan ketidaktinggalanmu. Kamu seperti pakaian mahal yang aku lihat di etalase toko. Seberapa banyakpun aku lihat, jelas, aku tidak mampu untuk mendapatkanmu.
Betul. Buatku, kamu adalah fatamorgana. Seperti sebotol Pocari Sweat dingin di tengah terik lapangan basket dan bau keringat lelaki-lelaki lusuh paruh baya yang sedang menghabiskan siangnya menyiksa diri dengan berolahraga daripada mendengarkan istrinya menggerutu karena tidak bekerja.
Jadi, bukan salahmu jika aku jatuh cinta sebodoh ini padamu. Sayang sekali, aku alpa ketika Tuhan menjelaskan bahwa ada takaran jatuh cinta yang realistis dan jatuh cinta yang seharusnya tidak terjadi. Tapi, jatuh cinta padamu tidak pernah aku sesali.
Beberapa minggu sebelum ini, aku lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. Menunggu centang menjadi dua dan biru warnanya. Menanti lingkaran merah oranye berisi fotomu muncul di barisan paling kiri instastory. Terdiam beberapa waktu karena melihat unggahan barumu di sosial media.
Terima kasih, karena membiarkanku jatuh cinta sebodoh ini. Dan terima kasih juga, karena sudah memberitahuku kapan harus berhenti.
Untuk kamu, yang tidak pernah datang, dan tidak pernah tinggal. Terima kasih, karena berkenan menjadi salah satu playlist Spotify yang menyenangkan.
Terima kasih, karena telah menjadi jatuh cinta baikku yang kesekian.
Assalamualaikum.
BalasHapusSaya suka dengan isi tulisan-tulisannya. Luar biasa bagus. Tapi kalau boleh Saran dipenulisan kata "Dan" tidak ditulis setelah titik dan seharusnya menggunakan huruf kecil.
Terima kasih. #salam karya.